Selasa, 13 Desember 2011

Fashion » Gairah Perancang Muda di Bisnis Mode

Gairah Perancang Muda di Bisnis Mode 
Dari kiri ke kanan: rancangan Yasmina Yesy, Satcas, Felicia Budi, dan Monday to Sunday.

Dua pekan lalu, 24-27 November, penggemar label indie lokal di Jakarta dipuaskan oleh hadirnya acara Brightspot Market di Plaza Senayan. Sebanyak 130 label -80 persen di antaranya adalah label lokal- yang ditampilkan selama empat hari di stan-stan di dalam ruangan berbentuk hall mengundang perhatian sekitar 55.000 pengunjung.

Eldalia Wirjono, Anton Wirjono, Cynthia Wirjono, dan Leonard Theosabrata adalah beberapa anak muda pencetus Brightspot Market. Dua tahun lalu, mereka melihat kondisi makin menjamurnya produk mode buatan anak negeri. Namun, tak semua pemiliknya mampu memiliki tempat untuk memasarkan produk mereka. Atas dasar inilah, Brightspot digelar sebagai tempat promosi pemilik label indie.

Awalnya, ketika pertama kali diselenggarakan tahun 2009, hanya ada 25 label yang menjadi peserta dengan jumlah pengunjung sekitar 5.000 orang. ”Itu pun yang menjadi peserta baru teman-teman dekat kami yang sudah punya label,” kata Eldalia.

Pada penyelenggaraan kedua dan ketiga di tahun sama, publik mulai mengetahui keberadaan Brightspot Market. Dengan jumlah peserta 30-40 label, pengunjung meningkat menjadi 13.000-an orang. Puncaknya terjadi pada penyelenggaraan keempat di tahun 2010 ketika pengunjung membeludak mencapai angka 36.000 orang dengan jumlah peserta 45-50 label. Dan, pada penyelenggaraan ketujuh yang baru-baru ini digelar, jumlah label peserta sudah mencapai 130 dengan total pengunjung 55.000 orang.

Acara yang mempertemukan langsung produsen dan pembeli seperti Brightspot memang cukup efektif sebagai sarana promosi, selain melalui media online yang sering dipilih anak-anak muda pemilik label. Perancang muda Sisca Tjong (28) termasuk salah satu yang merasakan hal itu.

Sisca, pemilik bisnis busana siap pakai bernama Paperdolls Indonesia, sangat terbantu dalam promosi label yang dibuatnya tahun 2007 tersebut. Jika sebelumnya konsumen Paperdolls masih terbatas di kalangan teman, sejak menjadi peserta Brightspot Market di tahun 2009, konsumennya kian meluas.

Perancang lulusan sekolah mode Esmod tahun 2006 ini bahkan memperoleh penghargaan sebagai perancang muda paling berbakat dalam acara Cleo Fashion Awards pertengahan November lalu. Bersaing dengan Sisca saat itu adalah Felicia Budi dan Yasmina Yesy.

Acara yang menjadi bagian dari Indonesia Fashion Week (Pekan Mode Jakarta) 2012 ini juga memilih Milcah sebagai label lokal paling inovatif. Dua kandidat lainnya adalah Monday to Sunday dan Satcas.

Selain acara seperti Brightspot dan Cleo Fashion Awards, keberadaan label lokal di mal juga cukup menghidupkan produk mode buatan anak negeri. Lihat saja Level One di Grand Indonesia, Mazee di FX, The Goods Dept (Plaza Indonesia), atau department store seperti Metro dan Sogo. Tempat-tempat seperti ini membuat konsumen pencinta mode melirikkan mata mereka pada produk lokal.

”Perancang-perancang muda Indonesia sangat kreatif. Desain mereka tak kalah bagus dengan label asal luar negeri. Selain itu, banyak di antara mereka yang sudah mulai mengerti berbisnis,” kata perancang senior Ari Seputra, yang sejak Juni lalu merasakan persaingan dengan generasi muda ketika label siap pakainya, Major Minor, dijual di The Goods Dept.

Pengetahuan berbisnis
Memilih berbisnis di lini siap pakai memang mulai disadari generasi muda sebagai bagian penting untuk bertahan di dunia mode. Hanya saja, perlu banyak bekal pengetahuan yang harus dikuasai, selain menyajikan desain busana yang sederhana namun unik.

Dalam Lomba Perancang Mode di Pekan Mode Jakarta misalnya, masih ada peserta yang belum mampu menerapkan harga dengan tepat. Beberapa di antaranya menetapkan harga terlalu mahal atau bahkan terlalu murah.

”Saya belajar tentang pemasaran untuk menjalankan Paperdolls. Saat ini memang sudah ada tim yang membantu dalam pemasaran hingga saya bisa fokus pada desain. Tetapi, saya harus tetap mengawasi semuanya,” tutur Sisca.

Kleting (30), yang membangun label Kle di tahun 2009, bercerita ketika dia harus belajar tentang akuntansi pada temannya agar bisa menetapkan harga dengan tepat. Padahal, hitung-menghitung adalah bidang yang tidak dikuasai Kleting.

Untuk menjalankan bisnisnya, Kleting juga mempelajari cara menyiapkan materi promosi. Selain memperlihatkan produk baru di butiknya di Level One, dia selalu membagikan brosur koleksi rancangannya ketika mengikuti acara di tempat lain.

Pada tahun mendatang, selain mengeluarkan koleksi baru dengan warna-warna cerah, Kleting berencana memperkuat bisnis dengan memperbanyak koleksi busana dasar, seperti blus dan celana panjang dengan garis rancangan sederhana.

”Sebelum menjalani bisnis ini, saya memang sudah membayangkan tidak akan mudah. Tetapi ternyata, apa yang saya alami jauh lebih sulit dari yang diperkirakan,” ujar Kleting.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates